Cyber Law
Secara akademis, terminologi ”cyber law” tampaknya belum menjadi
terminologi yang sepenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan dipakainya
terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Inlernet, Law
and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of
Information, dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling tidak hanya
sekedar terjemahan atas terminologi ”cyber law”. Sampai saat ini ada
beberapa istilah yang
dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem
Informasi, Hukum
Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika).
Sebagaimana dikemukakan di atas, lahirnya pemikiran untuk membentuk satu aturan hukum yang dapat merespon persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat dari pemanfaatan Internet terutama disebabkan oleh sistem hukum tradisi.onal yang tidak sepenuhnya mampu merespon persoalan-persoalan tersebut dan karakteristik dari Internet itu sendiri. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsep-konsep hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep ini berada pada posisi yang dilematis ketika harus berhadapan dengan kenyataan bahwa para pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan Internet tidak lagi tunduk pada batasan kewarganegaraan dan kedaulatan suatu negara. Dalam kaitan ini Aron Mefford seorang pakar cyberlaw dari Michigan State University sampai pada kesimpulan bahwa dengan meluasnya pemanfaatan Internet sebenarnya telah terjadi semacam ”paradigm shift” dalam menentukan jati diri pelaku suatu perbuatan hukum dari citizens menjadi netizens.
Secara demikian maka ”cyber law” dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang
berkaitan dengan persoalan-persoalan yang muncul akibat dari
pemanfaatan Internet.
Ruang Lingkup ”Cyber Law”
Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan
persoalan-persoalan atau
aspek hukum dari E-Commerce, Trademark/Domain Names, Privacy and
Security on the
Internet, Copyright, Defamation, Content Regulation, Disptle
Settlement, dan sebagainya.
a. Electronic Commerce.
Pada awalnya electronic commerce (E-Commerce) bergerak dalam bidang
retail seperti
perdagangan CD atau buku lewat situs dalam World Wide Web (www). Tapi
saat ini
Ecommerce sudah melangkah jauh menjangkau aktivitas-aktivitas di bidang
perbankan dan jasa
asuransi yang meliputi antara lain ”account inquiries”, ”1oan
transaction”, dan sebagainya.
Sampai saat ini belum ada pengertian yang tunggal mengenai E-Commerce.
Hal ini disebabkan karena hampir setiap saat muncul bentuk- bentuk baru
dari Ecommerce dan
tampaknya E-Commerce ini merupakan salah satu aktivitas cyberspace yang
berkembang sangat
pesat dan agresif. Sebagai pegangan (sementara) kita lihat definisi
E-Commerce dari ECEG
Australia (Electronic Cornmerce Expert Group) sebagai berikut:
“Electronic commerce is a
broad concept that covers any commercial transaction that is effected
via electronic means and
would include such means as facsimile, telex, EDI, Internet and the
telephone”.
Secara singkat E-Commerce dapat dipahami sebagai transaksi perdagangan
baik barang maupun
jasa lewat media elektronik. Dalam operasionalnya E-Commerce ini dapat
berbentuk B to B
(Business to Business) atau B to C (Business to Consumers). Khusus
untuk yang terakhir (B to
C), karena pada umumnya posisi konsumen tidak sekuat perusahaan dan
dapat menimbulkan
beberapa persoalan yang menyebabkan para konsumen agak hati-hati dalam
melakukan transaksi
lewat Internet.
b. Copy Right
Internet dipandang sebagai media yang bersifat ”low-cost distribution
channel” untuk penyebaran informasi dan produk-produk entertainment seperti
film, musik, dan buku. Produk-produk tersebut saat ini didistribusikan lewat
”physical format” seperti video dan compact disks. Hal ini memungkinkan untuk
didownload secara mudah oleh konsumen. Sampai saat ini belum ada perlindungan
hak cipta yang cukup memadai untuk menanggulangi masalah ini.
c. Dispute Settlement
c. Dispute Settlement
Masalah hukum lain yang tidak kalah pentingnya adalah berkenaan dengan
mekanisme penyelesaian sengketa yang .cukup memadai untuk mengantisipasi
sengketa yang kemungkinan timbul dari transaksi elektronik ini. Sampai saat ini
belum ada satu mekanisme penyelesaian sengketa yang memadai baik di level
nasional maupun internasional. Sehingga yang paling mungkin dilakukan oleh para
pihak yang bersengketa saat ini adalah menyelesaikan sengketa
tersebut secara konvensional.
Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan mengingat transaksi itu terjadi di dunia maya, tapi mengapa penyelesaiannya di dunia nyata. Apakah tidak mungkin untuk dibuat satu mekanisme penyelesaian sengketa yang juga bersifat virtual (On-line Dispute Resolution).
d. Domain Name
Domain name dalam Internet secara sederhana dapat diumpamakan seperti
nomor telepon atau sebuah alamat. Contoh, domain name untuk Monash University
Law School, Australia adalah ”law.monash.edu.au”. Domain name dibaca dari kanan
ke kiri yang menunjukkan tingkat spesifikasinya, dari yang paling umum ke yang
paling khusus. Untuk contoh di atas, ”au” menunjuk kepada Australia sebagai
geographical region, sedangkan ”edu” artinya pendidikan (education) sebagai
Top-level Domain name (TLD) yang menjelaskan mengenai tujuan dari institusi
tersebut. Elemen seIanjutnya adalah ”monash” yang merupakan ”the Second-Level
Domain name” (SLD) yang dipilih oleh pendaftar domain name, sedangkan elemen
yang terakhir ”law” adalah ”subdomain” dari monash Gabungan antara SLD dan TLD
dengan berbagai pilihan subdomain disebut ”domain name”.
Domain names diberikan kepada organisasi, perusahaan atau individu oleh InterNIC (the Internet Network Information Centre) berdasarkan kontrak dengan the National Science Foundation (Amerika) melalui Network Solutions, Inc. (NSI). Untuk mendaftarkankan sebuah domain name melalui NSI seseorang cukup membuka situs InterNIC dan mengisi sejumlah form InterNIC akan melayani para pendaftar berdasarkan prinsip ”first come first served”. InterNIC tidak akan memverifikasi mengenai ’hak’ pendaftar untuk memilih satu nama tertentu, tapi pendaftar harus menyetujui ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ”NSI’s domain name dispute resolution policy”. Berdasarkan ketentuan tersebut, NSI akan menangguhkan pemakaian sebuah domain name yang diklaim oleh salah satu pihak sebagai telah memakai merk dagang yang sudah terkenal.
Perbandingan Cyber Law (indonesia) dan Computer Crime Act ( Malaysia)
dengan Council of Europe Convention on Cyber Crime (Eropa)
Masing-masing negara memiliki peraturan-peraturan yang pada intinya untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya.
Computer Crime
Action
Undang-Undang yang
memberikan untuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan
komputer. BE IT diberlakukan oleh Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong
dengan nasihat dan persetujuan dari Dewan Negara dan Dewan Rakyat di Parlemen
dirakit,dan oleh otoritas yang sama. Cyber crime merupakan salah satu bentuk
fenomena baru dalam tindakan kejahatan, hal ini sebagai dampak langsung dari
perkembangan teknologi informasi. Cybercrime adalah istilah umum, meliputi
kegiatan yang dapat dihukum berdasarkan KUHP dan undang undang lain,
menggunakan komputer dalam jaringan Internet yang merugikan dan menimbulkan
kerusakan pada jaringan komputer Internet, yaitu merusak properti, masuk tanpa
izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian,
pengelapan dana masyarakat.
Komputer sebagai diekstrak dari penjelasan Pernyataan dari CCA 1997 :
a) Berusaha untuk
membuat suatu pelanggaran hukum bagi setiap orang untuk menyebabkan komputer
untuk melakukan apapun fungsi dengan maksud untuk mendapatkan akses tidak sah
ke komputer mana materi.
b) Berusaha untuk
membuatnya menjadi pelanggaran lebih lanjut jika ada orang yang melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam item (a) dengan maksud untuk melakukan
penipuan, ketidakjujuran atau menyebabkan cedera seperti yang didefinisikan
dalam KUHP Kode.
c) Berusaha untuk membuat suatu pelanggaran bagi setiap orang untuk menyebabkan modifikasi yang tidak sah dari isi dari komputer manapun.
c) Berusaha untuk membuat suatu pelanggaran bagi setiap orang untuk menyebabkan modifikasi yang tidak sah dari isi dari komputer manapun.
d) Berusaha untuk
menyediakan bagi pelanggaran dan hukuman bagi komunikasi yang salah nomor,
kode, sandi atau cara lain untuk akses ke komputer.
e) Berusaha untuk
menyediakan untuk pelanggaran-pelanggaran dan hukuman bagi abetments dan upaya
dalam komisi pelanggaran sebagaimana dimaksud pada butir (a), (b), (c) dan (d)
di atas.
f) Berusaha untuk membuat undang-undang anggapan bahwa setiap orang memiliki hak asuh atau kontrol apa pun program, data atau informasi lain ketika ia tidak diizinkan untuk memilikinya akan dianggap telah memperoleh akses yang tidak sah kecuali jika dibuktikan sebaliknya
f) Berusaha untuk membuat undang-undang anggapan bahwa setiap orang memiliki hak asuh atau kontrol apa pun program, data atau informasi lain ketika ia tidak diizinkan untuk memilikinya akan dianggap telah memperoleh akses yang tidak sah kecuali jika dibuktikan sebaliknya
Kesimpulan:
Penggunaan teknologi informasi sangat banyak manfaatnya. Tergantung dari pengguna yang memanfaatkan
teknologi tersebut. Banyak yang menyalahgunakan teknologi dengan hal-hal yang
tidak baik. Untuk itulah dibuatlah hukum dan undang-undang seperti cyber law
dan cyber crime action agar pemanfaatan internet digunakan sesuai dengan
hukum/undang-undang yang berlaku.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar